:strip_exif():quality(75)/medias/660/ba23c5101cd9469b05861881c7d8f021.jpeg)
Festival Kue Bulan, yang dirayakan di Tiongkok dan beberapa negara Asia Timur lainnya, adalah momen istimewa bagi keluarga untuk berkumpul, berdoa untuk kemakmuran, dan menikmati keindahan bulan purnama sambil menyantap kue bulan, yang dalam bahasa Mandarin disebut “yue bing”. Perayaan ini jatuh pada tanggal 17 September 2024, dan menjadi bukti kuat tentang warisan budaya yang kaya dan mendalam di wilayah tersebut.
Asal Usul dan Legenda di Balik Festival Kue Bulan
Sejarah Festival Kue Bulan dapat ditelusuri hingga lebih dari 3.000 tahun yang lalu, awalnya dikaitkan dengan perayaan panen musim gugur. Pada masa Dinasti Xia dan Shang, para petani melakukan ritual untuk memohon berkah kepada Dewa Bumi agar mendapatkan musim yang baik dan panen yang melimpah. Tradisi ini berkembang dan mencapai puncaknya pada masa Dinasti Tang, di mana kue bulan menjadi simbol perayaan.
Festival ini juga sarat dengan mitos dan legenda, salah satunya adalah kisah Chang'e, istri pemanah legendaris Hou Yi. Dalam cerita ini, Hou Yi menyelamatkan bumi dengan memanah sembilan matahari dari sepuluh yang ada. Sebagai imbalan, para dewa memberinya ramuan keabadian. Namun, Chang'e meminumnya untuk mencegah suaminya yang berubah menjadi tiran menyalahgunakannya, dan terbang ke bulan. Sejak itu, ia dihormati sebagai Dewi Bulan, dan kue bulan menjadi simbol persembahan untuknya.
Makna Simbolis Kue Bulan
Kue bulan memiliki makna simbolis yang mendalam. Bentuk bulatnya melambangkan kesempurnaan, keutuhan, dan keberuntungan. Keluarga yang berkumpul di bawah sinar bulan purnama sambil menikmati kue bulan dianggap sebagai simbol kebersamaan. “Kue bulan adalah lambang kesatuan dan kebersamaan,” ujar Li Wei, seorang pakar budaya Tiongkok.
Selain itu, kue bulan juga pernah digunakan sebagai alat komunikasi rahasia. Pada masa Dinasti Yuan, ketika bangsa Han memberontak melawan kekuasaan Mongol, pesan-pesan rahasia tentang rencana pemberontakan disisipkan ke dalam kue bulan. “Ini adalah bukti bahwa kue bulan tidak hanya makanan, tetapi juga memiliki peran penting dalam sejarah Tiongkok,” tambah Li Wei.
Kue Bulan dengan Beragam Variasi
Kue bulan kini hadir dalam berbagai variasi di berbagai daerah. Meskipun bentuk dasarnya bulat, isian kue bulan sangat bervariasi. Kue bulan gaya Kanton biasanya berisi pasta kacang merah atau melon lotus, sementara di Yunnan, kue bulan diisi dengan ham dan madu. Di Shanghai, kue bulan memiliki kulit renyah dengan isian kurma, dan di Suzhou, kue bulan gurih berisi daging babi cincang dan udang menjadi favorit.
Kue bulan modern juga telah berevolusi dengan rasa dan bentuk yang lebih kreatif, mulai dari isian tradisional seperti tausa (pasta kacang merah) hingga variasi baru seperti es krim, kacang hijau, dan buah segar. “Perubahan ini menunjukkan bahwa tradisi dapat beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan esensinya,” kata Chen Mei, seorang chef pastry di Hong Kong.
Tradisi Unik dalam Festival Kue Bulan
Selain menikmati kue bulan, festival ini juga diwarnai dengan berbagai tradisi menarik. Salah satunya adalah menyalakan lentera dan mengagumi bulan purnama yang bersinar terang. Di kota-kota besar seperti Beijing dan Hong Kong, perayaan ini sering dimeriahkan dengan pertunjukan barongsai, tari naga api, dan pertunjukan budaya lainnya.
Festival Kue Bulan bukan hanya sekadar perayaan makanan, tetapi juga momen untuk refleksi, berkumpul bersama keluarga, dan menghargai tradisi yang telah berlangsung selama ribuan tahun. “Festival ini mengajarkan kita tentang pentingnya keluarga, persatuan, dan menghormati warisan budaya,” ujar Wu Lin, seorang warga Beijing.
Dengan segala simbolisme dan mitos yang melingkupinya, kue bulan terus menjadi pengingat akan pentingnya kebersamaan, harmoni, dan rasa syukur atas berkah kehidupan. Seiring berjalannya waktu, perayaan ini telah melintasi batas-batas geografis dan budaya, namun tetap menjaga esensinya sebagai simbol kebersamaan dan keutuhan.