:strip_exif():quality(75)/medias/423/b09c4dbf6bcf39e2a68ab415b2a3e7f6.jpeg)
Sebuah fenomena aneh sedang terjadi di Gurun Sahara, wilayah tandus yang terkenal dengan panas dan kekeringannya. Citra satelit terbaru menunjukkan bahwa Gurun Sahara kini mulai menghijau, dengan area hijau yang biasanya terpusat di sekitar ekuator Afrika meluas ke utara, bahkan mencapai wilayah gurun yang luas. Perbandingan antara foto September 2023 dan September 2024 menunjukkan penghijauan yang signifikan, terutama di bagian selatan dekat ekuator.
Perubahan Iklim: Penyebab di Balik Penghijauan Gurun Sahara
Perubahan dramatis ini terjadi setelah wilayah tersebut dilanda badai yang tidak biasa, yang menyebabkan banjir parah dan merusak daerah tersebut. Kini, Gurun Sahara menjadi dua hingga enam kali lebih basah dibandingkan sebelumnya. Menurut Pusat Prediksi Iklim NOAA, Zona Konvergensi Intertropis (ITCZ) telah bergeser lebih jauh ke utara sejak pertengahan Juli, termasuk ke wilayah Sahara.
Para ilmuwan berpendapat bahwa pemanasan global akibat penggunaan bahan bakar fosil menjadi penyebab utama pergeseran ITCZ ini. Karsten Haustein, Peneliti Iklim di Universitas Leipzig, menjelaskan bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan pergeseran curah hujan ke utara. Pertama, transisi dari El Nino ke La Nina yang mempengaruhi seberapa jauh zona tersebut bergerak. Kedua, peningkatan suhu global yang dianggap sebagai penyebab utama pergeseran pola hujan.
"ITCZ yang mendukung penghijauan di Afrika bergerak lebih jauh ke utara seiring dengan meningkatnya suhu global," kata Haustein. Pergeseran ITCZ ini memberikan penjelasan ilmiah tentang fenomena penghijauan yang terjadi di Gurun Sahara.
Dampak Luas dari Pergeseran Curah Hujan
Perubahan ini tidak hanya terbatas pada penghijauan Gurun Sahara, tetapi juga memengaruhi musim badai Atlantik, yang berdampak besar pada beberapa negara di Afrika. Negara-negara yang biasanya menerima curah hujan lebih banyak justru mengalami penurunan. Curah hujan di Nigeria dan Kamerun, misalnya, hanya mencapai 50 persen hingga 80 persen dari rata-rata normal antara Juli dan September.
Sementara itu, wilayah yang biasanya lebih kering, seperti sebagian Nigeria, Chad, Sudan, Libya, dan Mesir selatan, menerima lebih dari 400 persen curah hujan dari biasanya sejak pertengahan Juli. Curah hujan berlebih ini menyebabkan banjir dahsyat di Chad, yang berdampak pada hampir 1,5 juta orang dan mengakibatkan sedikitnya 340 kematian. Di Nigeria, banjir bandang menewaskan lebih dari 220 orang dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi, terutama di bagian utara yang biasanya kering.
Perubahan pola hujan ini menunjukkan bahwa dampak pemanasan global tidak hanya dirasakan secara global, tetapi juga memiliki pengaruh yang signifikan pada iklim regional. Penghijauan di Gurun Sahara mungkin tampak sebagai fenomena positif, tetapi juga membawa konsekuensi serius berupa banjir dan bencana alam di wilayah lain yang bergantung pada curah hujan yang stabil.