:strip_exif():quality(75)/medias/16979/fafd3ecdc0306f8ac559dcc947e25f06.jpeg)
Jelang Natal, umat Kristiani di berbagai penjuru dunia bersiap merayakan hari besar tersebut. Namun, ironisnya, di beberapa negara, perayaan Natal justru menjadi hal yang terlarang, bahkan berujung pada sanksi hukum yang berat. Beberapa negara tetangga Indonesia turut menerapkan larangan ini, dengan konsekuensi yang beragam.
Larangan Natal dan Konsekuensinya
Mengapa beberapa negara melarang perayaan Natal? Alasannya beragam, mulai dari faktor politik, keamanan, hingga interpretasi hukum agama. Bagaimana penerapan larangan tersebut juga bervariasi, dari larangan perayaan terbuka hingga ancaman hukuman penjara.
Di Brunei Darussalam, misalnya, perayaan Natal terbuka dilarang keras. Umat Kristiani hanya diperbolehkan merayakan secara tertutup dan wajib melapor kepada pihak berwenang. "Pelanggaran dapat dikenai denda hingga 280 juta IDR atau hukuman penjara lima tahun," demikian bunyi salah satu sumber berita. Hal ini menunjukkan tingkat pengawasan yang ketat terhadap perayaan Natal di negara tersebut.
Berbeda dengan Brunei, di Somalia, larangan Natal dan Tahun Baru telah berlaku sejak 2009. Kekhawatiran akan serangan kelompok Islamis menjadi alasan utama. Walau demikian, warga asing diizinkan merayakan di rumah masing-masing. Larangan ini juga dikecualikan untuk penduduk non-Muslim dan perayaan diizinkan di kompleks PBB untuk pasukan penjaga perdamaian.
Di Iran, larangan lebih spesifik pada perayaan Natal di tempat umum. Mendirikan pohon Natal atau mengenakan atribut Natal di depan umum dilarang. "Pelanggar dapat didenda atau dipenjara," demikian ancaman yang diberikan. Namun, perayaan secara pribadi di rumah atau gereja masih diizinkan.
Korea Utara, negara dengan sistem komunis, memiliki kebijakan yang sangat ketat terkait kebebasan beragama. Merayakan Natal secara terbuka di sini bisa berakibat fatal. "Merayakan Natal secara terbuka dapat berujung pada hukuman penjara, bahkan hukuman mati," ujar sebuah sumber. Perayaan Natal terbuka bahkan belum pernah terjadi sejak 1948.
Tajikistan memiliki peraturan yang mirip dengan Iran. Perayaan Natal di tempat umum, termasuk memasang dekorasi Natal, dilarang. "Mendirikan pohon Natal atau memasang dekorasi Natal dapat mengakibatkan denda atau hukuman penjara," demikian konsekuensi yang akan diterima pelanggar. Namun, perayaan pribadi di rumah tetap diizinkan.
Perlu digarisbawahi bahwa informasi ini berdasarkan sumber yang telah disebutkan dan situasi dapat berubah sewaktu-waktu. Penting untuk selalu mengecek informasi terbaru sebelum merencanakan perjalanan ke negara-negara tersebut.
Peraturan yang ketat ini mencerminkan berbagai faktor kompleks, termasuk interpretasi hukum agama, stabilitas politik, dan keamanan negara. Meskipun demikian, situasi ini menyoroti kompleksitas kebebasan beragama di dunia.
Masyarakat internasional terus memantau situasi kebebasan beragama di berbagai negara, termasuk negara-negara yang menerapkan larangan perayaan Natal. Perubahan kebijakan dan interpretasi hukum dapat terjadi sewaktu-waktu.
Perbedaan dalam penerapan hukum menunjukkan keragaman budaya dan sistem politik di dunia. Hal ini juga menunjukan pentingnya toleransi dan saling menghormati antar agama dan budaya.