:strip_exif():quality(75)/medias/5225/614a9326ada87cf525c13d4348e7d8f6.jpg)
Saat anak menceritakan pengalaman bullying di sekolah, orang tua seringkali ingin segera menghibur dan menunjukkan empati dengan memosisikan anak sebagai korban. Namun, penting untuk diingat bahwa pendekatan ini mungkin tidak selalu tepat. Melabel anak sebagai korban justru dapat membuatnya merasa lemah dan tidak berdaya.
Hindari Memposisikan Anak sebagai Korban
Perundungan adalah hal yang subjektif. Anak mungkin tidak merasa menjadi korban, meskipun kita melihatnya sebagai bullying. Penting untuk memahami perspektif anak dan tidak memaksakan label "korban" padanya. Misalnya, jika anak merasa tidak terganggu dengan perlakuan tertentu, jangan langsung menganggapnya tidak serius. Dengarkan anak dan gali lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Hindari juga ungkapan-ungkapan yang mengasihani seperti "Ih, kasihan ya kamu" atau "Ih, kok kamu digituin sih?" Kalimat-kalimat ini bisa membuat anak merasa lemah dan membutuhkan belas kasihan. Alih-alih langsung mengasihani, ajukan pertanyaan yang membantu anak mengenali dan mengelola emosinya. Misalnya, tanyakan apa yang mereka rasakan setelah kejadian bullying tersebut.
Berikan Ruang Aman untuk Anak Bercerita
Membiarkan anak merasa "powerless" (tidak berdaya) setelah mengalami bullying bisa berdampak buruk pada perkembangan mentalnya. Anak mungkin akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan di masa depan dan menganggap dirinya selalu menjadi korban. Sebaliknya, membantu anak untuk mengenali dan mengelola emosinya akan memberdayakan mereka. Mereka akan belajar untuk menghadapi situasi sulit dengan lebih percaya diri dan tidak menganggap diri mereka sebagai korban.
Untuk membantu anak mengatasi bullying, orang tua harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman agar anak merasa bebas bercerita kepada orang tua tanpa takut dihakimi. Peran orang tua sangat penting dalam membentuk mental anak. Dengan merespons dengan tepat, kita bisa membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tangguh.