Labubu Viral, FOMO Merajalela: Bahaya Tren Kejar Kesenangan di Era Digital

Sabtu, 15 Februari 2025 07:27

Tren Labubu yang viral memicu fenomena FOMO atau *fear of missing out*, di mana orang terobsesi memiliki sesuatu yang sedang viral dan takut tertinggal momen. FOMO bisa berdampak buruk pada kesehatan mental, memicu tekanan sosial, perbandingan, dan gangguan kecemasan. Artikel ini membahas bahaya FOMO, faktor pemicu, dan tips menjaga kesehatan mental di era digital.

illustration FOMO © copyright Luis Quintero - Pexels

Popularitas gantungan kunci boneka monster bergigi tajam bernama Labubu, hasil karya seniman Hong Kong, Kasing Lung, tengah meroket. Tren ini semakin meluas setelah dipromosikan oleh Lisa Blackpink di media sosial. Kegilaan terhadap Labubu merupakan contoh nyata dari fenomena fear of missing out (FOMO), di mana orang terobsesi memiliki sesuatu yang sedang viral, takut ketinggalan momen, dan cemas kehilangan kesempatan terbaik dalam pergaulan serta aktivitas di media sosial.

Bahaya FOMO: Dari Tekanan Sosial hingga Gangguan Mental

FOMO merupakan fenomena yang semakin meresahkan, di mana keinginan untuk tidak ketinggalan tren, terutama di dunia maya, dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Keinginan untuk menjadi bagian dari tren ini mendorong orang untuk terus-menerus mengikuti tuntutan lingkungan sosial, meskipun tidak menjadi prioritas, bahkan cenderung memaksa. Hal ini memicu gaya hidup hedonisme, yaitu mencari kesenangan tanpa batas.

Tak hanya itu, FOMO juga menciptakan tekanan dan perbandingan. Informasi yang mengalir deras, tuntutan terhubung secara daring, dan perbandingan sosial di media sosial dapat menyebabkan stres yang signifikan. Kehidupan orang lain yang tampak sempurna di media sosial membuat individu cenderung membanding-bandingkan diri sendiri, yang pada akhirnya dapat memicu rasa tidak aman, kecemasan, dan depresi.

Penting untuk diingat bahwa penggunaan teknologi digital yang berlebihan berdampak buruk pada kesehatan mental. Media sosial menjadi salah satu sumber stres yang memicu peningkatan gangguan kecemasan. Selain itu, FOMO juga membuat individu rentan terhadap penipuan. Media sosial meningkatkan risiko terpapar penipu yang dapat memanfaatkan informasi pribadi untuk keuntungan mereka.

Faktor Pemicu FOMO di Era Digital

FOMO dipicu oleh beberapa faktor, terutama penggunaan gawai tanpa batas. Menjelajahi berbagai platform media sosial, terutama yang menampilkan fitur update video dan foto, dapat memicu FOMO. Melihat konten yang menarik perhatian, seperti perjalanan liburan mewah, kehidupan sosial yang ramai, atau produk terbaru, dapat membuat individu merasa tidak lengkap, kecewa, dan akhirnya membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Perasaan cemburu dan kecewa menjadi faktor utama yang memicu FOMO. Melihat kehidupan orang lain yang tampak lebih menyenangkan atau bahagia di media sosial dapat memicu perasaan cemas, kecewa, dan akhirnya membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Tips Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital

Untuk mengatasi FOMO dan menjaga kesehatan mental di era digital, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pertama, batasi penggunaan gawai dan luangkan waktu untuk berinteraksi secara langsung dengan orang-orang di sekitar Anda. Kedua, sadari realitas dan ingat bahwa kehidupan yang ditampilkan di media sosial seringkali tidak mencerminkan realitas sesungguhnya.

Ketiga, fokus pada hal positif dalam hidup Anda dan capaian yang sudah diraih. Alih-alih membandingkan diri dengan orang lain, fokuslah pada hal-hal positif dalam hidup Anda dan capaian yang sudah diraih. Terakhir, cari dukungan dari orang-orang terdekat Anda jika Anda merasa tertekan atau cemas. Jika diperlukan, carilah bantuan profesional dari psikolog atau terapis.

Psikolog klinis Kasandra Putranto mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan mental. “No health without mental health. Kesehatan mental merupakan bagian integral dari kesehatan. Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental,” ujar Kasandra. Kesehatan mental memengaruhi kemampuan individu dan kolektif dalam berpikir, mengekspresikan emosi, berinteraksi, bekerja, dan menikmati hidup. WHO menekankan pentingnya promosi, perlindungan, dan pemulihan kesehatan mental untuk individu, komunitas, dan masyarakat di seluruh dunia.

Artikel terkait

Curhat di Medsos: Cari Dukungan atau Cuma Pengen Validasi?
Anak Diduga Skizofrenia? Langkah Penting Orang Tua
Raih Kebahagiaan dalam 10 Menit: 5 Cara Sederhana yang Terbukti Ampuh
Instagram Luncurkan Akun Remaja: Fitur Keamanan untuk Pengguna di Bawah 16 Tahun
Bersihkan Jejak Digital di X: Panduan Lengkap untuk Lindungi Privasi
Teks Lebih Nyaman, Baik untuk Introvert Maupun Ekstrovert
TikTok: Sumber Berita Populer Baru, Terutama untuk Generasi Muda
Stres Ibu Rumah Tangga: Kenali Gejala Fisik dan Dapatkan Bantuan
Bijak Berselancar di Dunia Maya: Tips Mengoptimalkan Manfaat Media Sosial
Apresiasi untuk Ibu: Kunci Utama Kesejahteraan Keluarga
Platform Media Sosial Tidak Selalu Aman: Incogni Ungkap Platform Alternatif yang Lebih Privat
Generasi Z di Tempat Kerja: Tantangan Kesehatan Mental dan Solusi bagi Perusahaan