:strip_exif():quality(75)/medias/14079/c8b5ddc8e6e003ea79892dbb18aed920.jpeg)
Kekurangan gizi, khususnya protein hewani, pada bayi dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan stunting. Meski demikian, anak yang sudah mengalami stunting masih dapat diatasi dengan terapi gizi tepat guna memperbaiki perkembangan otaknya. Namun, penanganan dini sangat penting untuk keberhasilan terapi.
Mengapa Stunting Terjadi dan Bagaimana Pencegahannya?
Stunting bukan muncul secara tiba-tiba. Berat badan bayi yang tak kunjung bertambah menjadi tanda awal. Tanpa intervensi gizi segera, berat badan akan stagnan atau bahkan menurun. Tinggi badan pun akan terhambat setelah beberapa bulan berat badan tidak naik. Oleh karena itu, pemantauan berat badan dan tinggi badan bayi setiap bulan sangat krusial, seperti ditekankan oleh dr. Klara Yuliarti, spesialis anak.
Perbaikan kondisi stunting paling efektif sebelum anak berusia dua tahun. Setelah usia tersebut, proses pemulihan akan jauh lebih sulit. "Seperti mengobati kanker stadium 4," ungkap dr. Klara. Akan tetapi, kesempatan untuk pulih tetap ada.
Tujuan utama penanganan stunting bukan sekadar menambah tinggi badan, tetapi terutama memperbaiki perkembangan otak. Perkembangan otak paling pesat terjadi pada 0-2 tahun, di mana 80% pertumbuhannya berlangsung. Otak pada usia ini sangat plastis dan mudah dibentuk, termasuk diperbaiki jika ada kerusakan, dengan catatan kekurangan gizinya tidak terlalu berat.
Anak stunting membutuhkan makanan terapeutik khusus karena seringkali mengalami masalah perilaku makan, penurunan metabolisme, dan nafsu makan. Makanan biasa, seperti bubur dengan protein hewani dan sayur, mungkin tidak cukup. Makanan khusus ini berbeda dengan makanan untuk anak yang hanya mengalami kekurangan berat badan.
Di Indonesia, Pangan Keperluan Medis Khusus (PKMK) atau Oral Nutrition Suplement (ONS) direkomendasikan. PKMK bukan hanya untuk anak stunting, tetapi juga anak alergi susu sapi, anak dengan penyakit ginjal kronis, dan anak dengan kelainan metabolisme bawaan. PKMK untuk stunting berupa susu dengan kepadatan energi, protein hewani, dan kadar lemak khusus, serta vitamin dan mineral lengkap. Kandungan gula tambahannya pun diatur dan telah mendapatkan izin edar BPOM serta sesuai Permenkes.
Efektivitas ONS dalam mengatasi stunting telah dibuktikan banyak penelitian. Durasi terapi bervariasi (1-6 bulan), tergantung pada tingkat keparahan stunting. Pemantauan ketat dan konsumsi sesuai anjuran dokter sangat penting untuk hasil yang optimal.
Kendala utama dalam penanganan stunting adalah harga PKMK yang relatif mahal karena masih impor dan belum ditanggung BPJS Kesehatan, meskipun sudah diajukan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia. Angka stunting di Indonesia masih tinggi (21,6% berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023), sehingga pembiayaan PKMK menjadi tantangan besar. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), seperti yang dilakukan DKI Jakarta.
Jika BPJS Kesehatan menanggung biaya PKMK, anak-anak dengan alergi susu sapi (0.5-7.5% dari sekitar 5 juta bayi lahir setiap tahun) juga akan terbantu. Alergi susu sapi berkontribusi hingga 2% pada angka stunting. Meskipun sebagian bayi alergi susu sapi dapat mengonsumsi ASI, nutrisi pengganti tetap penting bagi mereka yang tidak bisa.
Solusi dan Harapan
Pemerintah dan berbagai pihak terkait terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia. Peningkatan akses terhadap PKMK dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya nutrisi bagi bayi menjadi fokus utama.
Harapannya, dengan kerjasama berbagai pihak, angka stunting di Indonesia dapat ditekan dan tercipta generasi masa depan yang sehat dan berkualitas.