Menyibak Misteri Mengapa Pesawat Jarang Terbang di Atas Tibet

Rabu, 18 Desember 2024 08:58

Tibet, dikenal sebagai 'Atap Dunia', dihindari oleh banyak maskapai penerbangan karena ketinggiannya yang ekstrem, turbulensi udara, risiko pembekuan bahan bakar, keterbatasan infrastruktur, populasi rendah, dan kondisi cuaca yang tidak stabil. Artikel ini membahas lebih detail mengapa pesawat jarang terbang di atas Tibet.

illustration Pesawat Terbang di Atas Tibet © copyright Marina Hinic - Pexels

Tibet, yang dikenal sebagai 'Atap Dunia', merupakan wilayah yang dihindari oleh banyak maskapai penerbangan. Ketinggiannya yang ekstrem, rata-rata lebih dari 4.500 meter di atas permukaan laut, dan keberadaan Pegunungan Himalaya yang mencakup Gunung Everest menjadi penyebab utama. Meskipun terdapat bandara internasional di Lhasa dan Xining, penerbangan komersial yang melintasi Tibet sangat terbatas.

Tantangan di Langit Tibet

Beberapa faktor menjadi penghambat bagi penerbangan di atas Tibet. Ketinggian yang ekstrem membuat pendaratan darurat menjadi sangat sulit. Pesawat harus turun ke ketinggian 10.000 kaki untuk mendapatkan oksigen yang cukup, dan keterbatasan bandara pengalihan meningkatkan risiko bagi penumpang.

Turbulensi menjadi masalah lain. Arus udara yang tidak stabil di pegunungan meningkatkan risiko turbulensi, terutama saat cuaca buruk. Kondisi ini dapat mengganggu kenyamanan penumpang dan mempersulit penanganan dalam situasi darurat.

Suhu yang sangat rendah di atas wilayah pegunungan juga menjadi ancaman. Pembekuan bahan bakar jet dapat terjadi, meskipun bahan bakar jet memiliki titik beku yang rendah. Pembentukan kristal es dalam bahan bakar dapat menyebabkan masalah serius, seperti yang dialami oleh British Airways 38 yang terpaksa melakukan pendaratan darurat.

Infrastruktur yang terbatas di Tibet juga menjadi pertimbangan bagi maskapai. Keterbatasan bandara dan fasilitas darurat membuat wilayah ini kurang menarik untuk dilewati.

Populasi yang rendah di Tibet juga berkontribusi pada minimnya permintaan penerbangan komersial di atasnya. Maskapai enggan untuk mengambil risiko terbang di atas area dengan permintaan yang rendah.

Kondisi cuaca di Tibet sangat tidak stabil. Hujan salju, angin kencang, dan kabut tebal bisa terjadi kapan saja, membuat penerbangan sangat berisiko.

"Ketinggian Tibet yang tinggi menyulitkan pesawat untuk melakukan pendaratan darurat jika terjadi masalah seperti dekompresi kabin. Meskipun pesawat terbang pada ketinggian 30.000 hingga 42.000 kaki, mereka harus turun ke ketinggian 10.000 kaki untuk mendapatkan oksigen yang cukup. Dengan keterbatasan bandara pengalihan, maskapai memilih untuk menghindari wilayah ini demi keselamatan."

Dengan berbagai tantangan ini, tidak mengherankan jika banyak maskapai penerbangan memilih untuk menghindari wilayah Tibet.

Artikel terkait

5 Jenis Pakaian yang Sebaiknya Dihindari Saat Naik Pesawat
Penerbangan 1 Menit di Skotlandia: Perjalanan Tercepat di Dunia
Kenapa Mode Pesawat Tetap Penting? Ketahui Manfaatnya Sebelum Penerbangan
Penerbangan Tertunda atau Dibatalkan? Tenang, Ini Tips Mengatasinya
Tantangan dan Peluang Investasi di Sektor Energi Terbarukan Indonesia
Aturan Baru: Penumpang Disabilitas Segera Boleh Bawa Kursi Roda Pribadi di Pesawat
Bingung Pilih Program Rewards Maskapai? Point.me Beri Rekomendasi Terbaik!
Rahasia Tersembunyi: Bangunan Palsu di New York dan Kota Lainnya
Terlambat Check-in di Bandara? Jangan Panik, Simak Solusinya!
Mantan Pramugari Ungkap Kebenaran Tentang Air Minum di Pesawat
Misteri Kotak Hitam Pesawat: Kenapa Oranye dan Setahan Apa?
Bahaya Tersembunyi di Kabin Pesawat: Deep Vein Thrombosis (DVT)