Kisah Ramen: Dari Tiongkok Hingga Menjadi Ikon Kuliner Jepang
Ramen, hidangan mie kuah khas Jepang yang kini populer di Indonesia, menyimpan sejarah panjang dan menarik. Lebih dari sekadar mie kuah, ramen adalah representasi perpaduan budaya dan evolusi kuliner.
Perjalanan Ramen: Tiongkok Hingga Jepang
Sejarah ramen berakar di Tiongkok, jauh sebelum menjadi ikon kuliner Jepang. Proses masuknya ramen ke Jepang diawali pada sekitar tahun 1859, seiring dibukanya pelabuhan Jepang dan masuknya budaya Tiongkok dan Barat. Momentum ini juga ditandai dengan dicabutnya larangan makan daging yang telah berlangsung selama 1200 tahun.
Munculnya restoran-restoran Tiongkok di Jepang turut membawa hidangan mie khas Tiongkok. Salah satu hidangan, Nankinsoba, yang disajikan di restoran-restoran di pelabuhan Hakodate, dianggap sebagai cikal bakal ramen. Meskipun dokumentasi berupa foto sulit ditemukan, keberadaannya telah meninggalkan jejak dalam sejarah kuliner Jepang.
Kedatangan sekitar 12.000 mahasiswa Tiongkok ke Jepang untuk belajar sistem Barat juga memberikan kontribusi signifikan. Banyak di antara mereka yang membuka restoran Tiongkok murah, yang dengan cepat meraih popularitas di daerah Kanda, Ushigome, dan Hongo. Peristiwa penting lainnya yang memengaruhi perkembangan ramen adalah Gempa Kanto 1923. Gempa tersebut memaksa beberapa koki Tiongkok untuk pindah ke Tokyo dan mendirikan kedai ramen di sana.
Penyebaran kedai ramen pun meluas ke luar Tokyo, melahirkan berbagai variasi ramen lokal Jepang. Rairaiken, kedai ramen pertama yang tercatat dalam sejarah, didirikan oleh Kanichi Ozaki pada tahun 1910 di Sushiyayokocho, Asakusa. Kedai ini bahkan mampu melayani 2.500-3.000 pelanggan setiap hari dengan 13 koki dari Nankinmachi dan Yokohama.
Ramen dan Masa Perang Dunia II
Perang Dunia II (1945) juga memberikan pengaruh terhadap popularitas ramen. Di tengah masa sulit pasca-perang dan kekuasaan Amerika, Jepang mengalami gagal panen beras. Amerika Serikat membatasi penggunaan tepung untuk makan siang sekolah dan bantuan darurat. Kondisi ini justru mendorong produksi ramen secara sembunyi-sembunyi, meskipun ada larangan membuka kedai makanan.
Lima tahun setelah perang berakhir, larangan tersebut dicabut. Bersamaan dengan itu, kembalinya warga Jepang dari Tiongkok membawa beragam variasi ramen baru. Perkembangan ini menjadi tonggak penting dalam evolusi ramen, melahirkan berbagai variasi modern tanpa meninggalkan cita rasa aslinya.
Hingga saat ini, ramen tetap menjadi hidangan favorit banyak orang dan representasi kuat dari cita rasa Jepang. Evolusi dari hidangan mie sederhana dari Tiongkok menjadi ikon kuliner Jepang, menunjukkan perjalanan panjang dan adaptasi budaya yang menarik. "Rasanya? Sangat lezat dan menggugah selera!"
Dari sejarahnya yang kaya, kita dapat melihat bagaimana ramen tidak hanya sekadar hidangan, tetapi juga cerminan perjalanan budaya dan adaptasi kuliner yang dinamis.